artikel

Senin, 21 Maret 2011

estafet kerusakan

wanita dapat menjadi tangga bagi pria menuju langit...wanita  adalah sebaik-baik perhiasan yang ada dimuka bumi ini...tapi penghuni neraka yang paling banyak adalah dari kalangan wanita juga...kehancuran..peleburan diri dengan kemaksiatan dan penodaan harga diri yang menghantarkan wanita pada jurang siksaan alam akherat...tapi kenapa???lagi-lagi wanita!!!:-(

kesetaraan gender...gema suara wanita mengharapkan kesetaraan gender...fenomenanya agar tidak dipandang remeh dan memiliki kesempatan untuk berkarya dikursi laki-laki...suara wanita memasarkan prinsip "kesetaraan gender" disebabkan ketika pria tidak lagi menggunakan wewenangnya sebagai "kawwamuna 'alannisa" dengan bijaksana...mengedepankan akal yang hanya bisa mengakali...tapi ini hanya berlaku pada sebagian saja...walaupun begitu, prinsip kesetaraan gender telah membahana...semua wanita meng-iyakan....

wanita berbondong-bondong meninggalkan rumah, memakai pakaian rapi, highheels,tas branded, membawa CV...dari kantor sau kekantor lainnya...satu persatu para pria gugur dari kursi kerjanya..digantikan dengan wanita....para pemilik modal, menggunakan kesempatan ini untuk mengeksploitasi wanita..."pria suka yang minim"...lagi-lagi wanita yang dijadikan objek pemuasan nafsu...

pria menganggur....melahirkan para preman...wanita semakin minim melahirkan “para pelacur yang bermerk”...para pria berusaha menjadi wanita demi sebuah harga popularitas...lagi-lagi menambah penyakit baru..yaitu HOMO...merubah "AIB" menjadi sebuah hiburan....
estafet kerusakan yang dibawa oleh pria dan wanita saling bergantian...bersuara untuk kemajuan tapi menumbuhkan benih kehancuran...
tapi...semua ini hanya merupakan hasil perenungan singkat...kebenaran masih perlu pengujia

itu konsekuensi

Untuk sahabat yang pernah mengalami patah hati…
“patah hati dapat berlangsung selama yang kau kehendaki, dan meninggalkan luka sedalam yang kau inginkan. Tantangannya bukan bagaimana kau bisa tetap hidup setelah patah hati, tapi bagaimana kau memetik pelajaran dari peristiwa itu.”
Begitulah kata dalam sebuah buku penuh hikmah. Tak ada seorangpun yang ingin merasakan yang namanya patah hati, membayangkannya saja semua orang enggan. Tapi tahukah kita, patah hati sama saja dengan kecewa, ditemukan tidak hanya dalam hubungan dengan sebuah komitmen. Dalam persahabatan, hubungan kerja, dan hubungan yang lainnya. Dapat dikatakan ini adalah sebuah konsekuensi dari sebuah hubungan sosial.
Kita kembali pada kata-kata diatas, patah hati itu sebenarnya tidak akan pernah dirasakan atau bahkan menyebabkan seseorang mengambil tindakan bodoh semisal bunuh diri. Kalo kita bisa menyadarkan hati kita dari awal sebuah komitmen bahwa buah dari hubungan ini adalah konsekuensi. Apapun itu konsekuensinya, kecewa ataupun bahagia masih rahasia Ilahi. Persiapkan diri adalah jalannya.:-)
Lalu bagaimana kita harusnya menyikapi yang namanya patah hati?
Mungkin tidak bisa dipungkiri, ketika kita kecewa yang memenuhi pikiran adalah rasa sakit dan mungkin saja penyesalan yang bisa membuatmu menangis begitu kencangnya. Oh,, ketika rasa sakit itu memenuhi pikiranmu, maka menangislah sekencang-kencangnya. Tapi jangan mengambil tindakan seperti itu terus-menerus, cobalah keluar ruanganmu. Dan katakan pada dirimu, umurmu terlalu pendek untuk dihabiskan dengan menangis dan patah semangat. Dan katakan juga pada hatimu, jika hatimu hanya ada satu, tidak akan ada yang bisa membuatnya hancur lebur, jika rasakan kecewa, itu hanya mematahkan sekeping saja, dan itu dapat direnovasi secepat kau menghirup udara pagi yang segar.
Jangan menggantungkan kebahagiaanmu pada orang lain,karena kebahagiaan itu datangnya dari diri sendiri. Dan kalaupun dengan keberadaan seseorang mampu membuatmu bahagia, itu bukan berarti seseorang tersebut memberikan kebahagiaan kepadamu, tapi hanya melengkapi kebahagiaanmu dari yang sebelumnya. Dia hanya bisa menjadi motivasi agar kamu bahagia lebih. Just it!!

Derita Nainawa

Penghuni langit menangis, menjadi saksi bisu akan perbuatan laknat para penggila kuasa. Terbahak, menganga selebar dengan luka hati para manusia suci. Menangis, menjerit, memanggil pada sang bunda yang hanya bisa menangis tanpa wujud.
Oh…inikah balas mereka? Sang kakek yang telah berusaha menghantarkan mereka pelita kebenaran dengan penuh perjuangan keringat, darah, dan juga airmata.
Kenapa kalian perlakukanku seperti ini?kalian membiarkan keluargaku kehausan, sedang kalian membiarkan anjing-anjing meminum air dari sungai yang senantioasa mengalir?
Kenapa kalian begitu bernafsu membantai keluargaku satu persatu seolah kami adalah pelaku kejahatan yang telah merampas hak-hak kalian? Kalian biarkan kami menangis ditengah sahara, sedang kalian menari dengan anggur-anggur! Kalian memerangi kami yang mulanya kalian undang untuk membantu.
Oh nainawa…cukuplah kau jadi saksi kekejaman mereka atas kami darah-darah manusia dari manusia yang Mulia, yang mereka tumpahkan dengan cara sangat keji. Pedang-pedang ini akan menghantarkan kami dengan kesyahidan, mempertemukan kami dengan Nabi. Sungguh kerinduanku akan pertemuanku dengan kakekku Muhammad, ayahku Ali, bundaku Fatimah, serta abangku Hasan, mengalahkan ketakutanku akan ujung-ujung pedang kalian.

Minggu, 20 Maret 2011

perjalanan untuk mencapai target

21 Maret 2011..
alhamdulillah hari ini maju lagi selangkah untuk mencapai gelar kesarjanaan..mendapatkan dosen pembimbing. setelah seminggu kemaren tepatnya tanggal 17 Maret 2011 revisi proposal selesai dan langsung sidang proposal. ya walaupun selama sidang sangat tidak nyaman karena terburu2 menjawab pertanyaan penguji.
 setidak maju untuk mengambil resiko itu lebih terhormat walaupun pada akhirnya kalah, daripada harus terus_terusan berada digaris belakang hanya karena ketakutan yang mungkin saja tidak akan pernah terjadi. don't be chicken!!
setidaknya hari ini aq sudah bisa mensejajarkan posisiku dengan kawan-kawan lainnya, tidak tertinggal.
besok masih banyak yang harus dikejar, TARGET...

Rabu, 16 Maret 2011

BERBINCANG TEOLIGI DENGAN ISABELLA

"Santo Paulus dalam salah satu suratnya mengatakan bahwa hukum agama adalah kutukan dan Yesus Kristus diturunkan ke dunia untuk membebaskan kutukan itu. Apa sejatinya makna surat tersebut?” Umar Lahmi berkata.
            “Tanyakan soal tersebut pada beberapa rahib dan lihat apa jawaban mereka. Tapi pertama-tama katakan padaku apa keberatanmu mengenai perkataan Santo Paulus tersebut?” tanya Muaz.
            “Inti permasalahannya ialah ketika hukum agama dianggap sebagai kutukan, dan Yesus Kristus diturunkan ke bumi untuk membebaskan kutukan itu, maka pencuri, pezina, orang-orang durhaka terhadap orang tuanya akan diperbolehkan dalam agama Kristen, meskipun tak seorang Kristen pun percaya bahwa orang-orang tersebut diperbolehkan dalam agama Kristen.”
            Kutipan di atas merupakan sedikit se-bait percakapan dua orang pemuda Muslim yang tertulis dalam novel yang berjudul “Isabella”. Isabella adalah judul sebuah novel religi yang menceritakan tentang perjuangan seorang gadis keturunan Spanyol dalam menemukan kebenaran keyakinannya. Judul buku itu diambil dari nama gadis jelita yang memiliki dua bola mata yang indah itu. Namun, keanggunannya, bukan terletak pada kejelitaan parasnya. Keanggunannya justru terletak pada balutan keyakinannya yang teguh menjaga kesuciaannya, layaknya sosok Bunda Maria yang dikaguminya itu.
            Sebenarnya, Isabella adalah seorang gadis Kristen fanatik. Ia anak seorang Kepala Pendeta Kristen di Cordova yang beraliran kaku dan ortodoks. Terlahir sebagai anak kepala Pendeta yang terkenal di seantero Spanyol membuatnya selalu dituntut untuk menjadi wanita suci, termasuk dengan tidak menikah.
            Posisinya sebagai anak kepala Pendeta membuatnya begitu bersemangat dalam menuntut ilmu agama. Ia bersekolah disekolah agama ternama di daerah itu dan sangat serius mendalami ilmu teologi serta aktif dalam kegiatan keagamaan.
            Berawal dari ketidaksengajaannya mendengar perbincangan dua orang pemuda Muslim bernama Umar Lahmi dan Muiz yang sedang berdiskusi di taman tentang keraguan mereka terhadap surat Santo Paulus yang merupakan ajaran Injil yang membuat Isabella sedikit gusar. Isabella pun berpikir keras untuk menemukan jawaban agar dapat menyanggah keraguan dua pemuda tersebut tentang kebenaran Injil.
            Akan tetapi, perbincangan Umar Lahmi dan Muiz telah sampai ditelinga para pendeta. Sehingga, para pendeta pun ikut gusar. Betapa tidak, perbincangan tersebut dinilai mengancam keimanan para Jemaat Kristiani. Dan, akhirnya, mereka pun berniat untuk melakukan dialog, agar hal tersebut tidak meresahkan umat Kristiani. Dialog pun segera dilangsungkan. Kedua pemuda Muslim tersebut diundang ke Gereja untuk berdialog tentang keabsahan surat Santo Paulus dihadapan para Pendeta Cordova dan juga disaksikan oleh Umat Kristiani.
            Pembeberan tentang kepalsuan surat Santo Paulus, yang dibenarkan dalam Injil pun dikemukakan oleh Umar Lahmi dengan gambling dengan menggunakan dalil yang berasal dari Injil sendiri. Dialog ini pun memanas dan berlanjut hingga membahas semua kesalahan-kesalahan ajaran dalam Kristen. Ketidakberdayaan para pendeta untuk menjawab setiap pertanyaan Umar Lahmi, diam-diam membuat Isabella mulai menaruh simpati pada ajaran Islam. Rasa penasarannya terhadap Islam pun berujung pada penemuannya akan kebenaran yang hakiki yakni tauhid. Dan, ia pun hijrah menjadi seorang Muslimah yang taat menghadapi berbagai penderitaan, termasuk siksaan yang dijatuhkan pihak Gereja atas kemurtadannya. Akan tetapi, hal itulah yang justru menumbuhkan keimanan dalam hatinya, hingga semakin tak tergoyahkan.
            Kisah itu merupakan karya dari Maulana Muhammad Saeed Dehlvi. Ia seorang penulis kelahiran Pakistan. Karyanya kali ini merupakan sebuah novel studi komparatif tentang ajaran Islam dan Kristen. Melalui novelnya ini, ia memaparkan kepalsuan Injil sebagai Kitab Suci umat Kristiani dan kerancuan konsep tauhid trinitas serta manipulasi konsep penebusan dosa yang dicetuskan oleh para Pendeta Kristen. Dengan begitu lihai, ia meramu penjelasan-penjelasan yang mengesankan untuk meluruskan ajaran dan ideologi Kristen yang melenceng. Selain itu, ia juga tidak lepas untuk memberikan jawaban-jawaban yang begitu akurat dan sangat objektif terhadap pertanyaan-pertanyaan atau bantahan umat Kristiani terhadap Al-Quran dan seputar Nabi Muhammad.
            Kisah yang sangat menarik Sebuah perjalanan spiritual yang mengesankan. Gambaran keteguhan keimanan ditengah kondisi yang sangat sulit, menghadapi siksaan dan hinaan masyarakat.
            Isabella disini bukan hanya sebuah tokoh. Namun, ia adalah sebuah simbol. Simbol keteguhan iman di tengah derasnya hujatan dan hinaan kepadanya. Ia juga adalah symbol kerelaan dan ketulusan untuk berpaling kepada kebenaran, walau sebelumnya terasa begitu jauh darinya; dari seorang anak kepala Pendeta Kristen menjadi seorang Muslimah yang taat. Ia memberikan semangat bagi pembaca, terutama kalangan wanita Muslimah, dalam memperjuangkan keimanannya ditengah berbagai cobaan hidup.
            Buku kecil ini juga mengandung nilai-nilai tauhid yang mendalam. Karenanya, penulis tak ragu untuk menyebu novel ini sebagai sebuah novel teologis.
            Isabella, karya yang pada mulanya ditulis dalam Bahasa Urdu ini kemudian diterjemahakan dalam Bahasa Inggris, lalu bahasa Melayu. Dan, kini ia hadir dalam Bahasa Indonesia yang disajikan dalam gaya bahasa yang ringan. Karya besar akan perbandingan agama Islam dan Kristen dengan pemaparan yang dikemas praktis dan logis serta sentuhan cerita dengan alur yang sangat menyentuh. Sebuah novel yang hadir sebagai jalur dakwah yang sangat efektif dan dapat dijangkau oleh semua kalangan. Dan, yang terpenting, novel ini sepatutnya dipahami sebagai referensi untuk saling mengenal dan mendekatkan Islam dan Kristen atas nama toleransi beragama. Bukan justru untuk mempertentangkan keduanya. 

RACHEL CORRIE

CUKUPLAH MENGENALIKU
Palestina bukanlah hanya sekedar siapa yang pantas membela, tapi persoalan siapa yang mau peduli. Palestina bukanlah masalah siapa yang bersaudara terhadap siapa, tapi persoalan siapa yang hendak membantu. Palestina bukanlah persoalan kasihan mengasihani, tapi persoalan siapa yang hendak turun tangan. Serangan bom yang setiap hari mengancam keselamatan jiwa, kelaparan yang setiap saat dapat menghantar mereka ke mulut kematian. Sedang anak-anak tidak lagi mengenali dunianya, dunia berfantasi bermain dengan berbagai permainan anak-anak digantikan dengan  dunia realita bermain dengan kematian. Itulah sekelumit tentang Palestina.
Sedang ia, Rachel Corrie. Seorang wanita kebangsaan Amerika. Bangsa yang sangat dibenci umat Islam dan seluruh manusia terutama mereka yang peduli terhadap penjajahan tanah Palestina. Berdiri begitu tegasnya, dengan suara lantang menentang aksi militer Israel terhadap Palestina.
Tepat tanggal 16 Maret 2003, sebuah peristiwa yang dikenang oleh dunia terjadi. Kematian tragis atas nama pembelaan untuk mereka yang tertindas. Dibawah roda besi buldoser Israel, jasad Corrie menjadi sejarah tanah Palestina dan seluruh aktivis kemanusiaan. Begitulah akhirnya.
Namun pada mulanya, Januari 2003 Rachel Corrie bersama seluruh relawan kemanusiaan yang tergabung dalam International Solidarity Movement (ISM), yang bersatu untuk meneriakkan kata “merdeka” di seluruh belahan bumi, berangkat menuju Israel dan transit ke Tepi Barat. Sesampainya di tanah Palestina tersebut, yang disaksikannya sungguh ironi. Sebuah kesaksian yang sungguh menyayat hati siapa saja yang melihat. Tank, bulldozer, menara-menara sniper, pos-pos penjagaan Israel, serta tembok baja raksasa, semuanya berdiri tegak di atas puing-puing kediaman rakyat Palestina.
Kekejaman ini tak semata perbuatan Israel, akan tetapi sokongan dari Negara Amerika. Seperti yang tercatat dalam cacatan hariannya, Rachel Corrie mengatakan, “Amerika tak mempesonaku lagi. Ia tak mampu memikatku lagi. Ia pudar dan terlipat di pinggir pikiranku…” begitulah Corrie mencurahkan perasaan akan keasingan bangsanya bagi dirinya sendiri.
Perjuangannya untuk membantu masyarakat Palestina sungguh luar biasa. Dengan keberanian ia hadang sniper-sniper Israel yang selalu mengawasi dan kapan saja bisa terlepas dan mengenai siapa saja yang mereka sukai. Demi membasahi tenggorokan wajah-wajah lusuh rakyat Palestina, Rachel Corrie dan rekan-rekannya berani berdiri melindungi para penggali sumur.
Dengan begitu nekat, selama di Raffah, Rachel Corrie sengaja menempati rumah-rumah rakyat Palestina yang menjadi incaran tentara Israel. Menurutnya adalah sebuah hak yang semestinya bagi rakyat Palestina untuk hidup aman di rumah mereka, di sekolah, bahkan di dalam bis sekalipun. Karena baginya, tak ada hak siapapun untuk memusnahkan bangsa lain, apapun dalihnya, termasuk alasan pendirian Negara illegal Israel dan perluasan wilayahnya dengan memusnahkan masyarakat yang bermukim di daerah perbatasan.
16 Maret 2003, sekitar jam 5 sore, dua buah bulldozer meraung-raung melintas yang diikuti oleh tank-tank. Hingga pada akhirnya salah satu bulldozer D9R siap meluluh-lantahkan rumah salah satu keluarga. Dengan lantang Rachel Corrie berusaha menghentikan bulldozer tersebut, akan tetapi jeritan suaranya beserta para aktivis lainnya, bak tertelan oleh gemuruh suara bulldozer yang semakin bergairah untuk menjadikan rumah tersebut menjadi puing-puing tak beraturan.
Melihat aksi militer Israel yang tak menggubris jeritan mereka, Rachel Corrie pun tak menyerah, ia memanjat gundukan tanah tepat di hadapan bulldozer tersebut. Akan tetapi na’as, seorang Rachel Corrie tak mampu melunakkan hati militer Israel tersebut. Ia pun terjatuh dan terseret pisau bulldozer. Melihat kejadian tersebut, tentara Israel tak lantas menghentikan bulldozernya, walhasil jasad pejuang kemanusiaan asal Amerika ini remuk di bawah rantai-rantai baja roda bulldozer.
Hal itu tak lantas membuat perjuangan berakhir saat itu juga, Corrie yang lain akan muncul. Cukuplah kalian mengenaliku (Rachel Corrie) untuk tetap membuat perjuangan membela kemanusiaan dan hak untuk merdeka dibelahan bumi ini. Terutama membela permasalah Palestina. Jangan tertipu akan permainan politik, sebab yang terjadi di Tanah Palestina adalah permasalahn penjajahan kemanusiaan dan merampas hak untuk hidup dengan layak.
Hentikan tangis ketakutan, kelaparan, serta tangis kehilangan sanak saudara dan harta benda di tanah Palestina dengan mengusir para Zionis.